September 28, 2013

Alih Bahasa

Kayanya dan sepertinya aku butuh translator ne. Buat ngalihin bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, soalnya kasian juga tu bule yang liat ne blog harus translate google dulu baru bisa ngerti isi blog ini. itu pun kalo hasil grammer nya ga acak-acakan. Mana bahasa ne blog gak baku en gak karuan lagi. Hahahaha .... derita bule.... Maap ya Om ...

Setan pun gak pengen jadi GAPTEK !!!

Kebetulan pas lagi apdet ne blog, keinget cerita beberapa hari yang lalu. Agak horor sih, yang pernah nonton film thailand “3 A.M.” pasti bakal ke sugest kejadian ini. Soalnya ne kejadian pas banget jam tiga dini hari. Kalo gak salah kejadiannya tu hari Selasa dini hari kemarin. Ceritanya ne pulang gawe kemaleman, nah terus gak bisa tidur. Jadinya ngobrol deh ama temen seperjuangan di kost. Gak kerasa uda mau subuh tu. Lagi asik-asiknya ngobrol, eh tu laptop nyala sendiri. Cooling pad ama mouse nya nyala, padahal kondisi laptop tertutup n uda di shutdown. Sontak dong kita bedua kaget. Saling tatap kaya di tipi-tipi gitu. Pas liat jam, eh jam tiga pagi. Langsung kesugest pelem 3A.M. gitu. Agak takut tapi penasaran (sungguh mati aku jadi penasaran), akhirnya daripada mati penasaran kita pun kroscek tu laptop. Pas dideketin tu laptop langsung mati. Lampu cooling pad ama mousenya dah ga nyala lagi. Nah loh, makin lah kita bedua ne penasaran. Jurus terakhir yang kita lakuin ya buka tu laptop terus kita nyalain deh, eh ternyata pas dinyalain bukan starting windows yang keluar tapi resuming windows. Otomatis statis dinamis dong ya, berarti tu laptop barusan aja beroperasi tanpa di shutdown. Garuk kepala sambil nelen air liur, kita bedua bertanya-tanya apa yang barusan terjadi. Masa setan maenan laptop, imposible beud ah ya. Tapi faktanya tu laptop begitu, haduh agak merinding disko. Untungnya hal begituan uda biasa, jadi yaaaaa anggep aja tadi tu si tante “K” yang lagi maenan. Soalnya di kost kan ada tante “K” nya. Mr.P juga ada sih, tapi ga mungkin kalo dia, soalnya tu tangan diiket, mana bisa dia maen laptop. Dugaan sementara seperti itu. Entah esok apalagi yang bakal mereka perbuat. Yang jelas kita orang mah uda kebal. Hahaha .....

HISTORIS MENGAPA SCHRIZOFREN ....

Apa sih schrizofrenia itu? Gak usah pake panjang lebar penjelasannya, schrizofrenia itu merupakan penyakit jiwa dengan kondisi tertentu. Ibarat kata neh ya, ketentuan dan peraturan berlaku. Seperti apa ketentuan dan peraturan bahwa seseorang bisa dikatakan sebagai penderita schrizofrenia, silakan cek aja di google. Ada segambreng artikel tentang schrizofrenia, asal niat bacanya aja.
Tapi disini aku lagi gak pengen bahas definisi dari schrizofrenia, tapi yang akan aku bahas adalah historis atau sejarahnya mengapa aku memakai istilah itu untuk menjadi nickname di dunia maya.
Beberapa tahun lalu, ketika masih eksis di bangku perkuliahan. Ada satu mata kuliah dengan nama Psikiatri. Matkul ini neh ngebahas tentang penyakit jiwa, saking untuk mendalami matkul, kita orang belajar mengajarnya pun di rumah sakit jiwa daerah pakualaman YK. Disanalah aku kenal istilah schrizofrenia, unik dan pelafalannya cukup sulit untuk diingat kalo belom terbiasa. Schrizofrenia adalah istilah penyakitnya, sedangkan penderitanya disebut schrizofren. Bukan  berarti ekeu sakit jiwa booo ... Tapi tu istilah menarik unik dan langka. Jarang dan sangat awam istilahnya, layaknya istilah autis beberapa tahun lalu. Malah sekarang mainstream banget, kimcil seneng banget nyebut dirinya autis, padahal kaaaaaannnnnn ..... Hahahahahaha .... (dasar bodoh)
Balik lagi ke topik awal, tentang sejarah kenapa aku pakai istilah itu adalah ketika aku mulai mempelajari tentang penyakit schrizofrenia. Penyakit yang biasanya terjangkit pada remaja usia 21 tahun. Yah, gak masuk logika sih. Tapi banyak yang tidak menyadari bahwa penyakit ini cukup berbahaya. Terutama bagi remaja menjelang masa dewasa, pokonya mah ati-ati deh. Stres adalah pemicu awal dari penyakit ini. Gejalanya yah standar, agak sedikit berkhayal tentang sesuatu dunia yang sebenarnya tidak ada.Meyakini tentang suatu paham tertentu.

Semoga kita semua terhindar dari penyakit beginian. Intinya mah itu sejarah kenapa aku pakai nama schrizofrenia.

MERAPI 2013

Sudah cukup lama, semenjak aku menginjak bangku perkuliahan jarang sekali aku ikut serta dalam sebuah pendakian gunung. Menjelajah alam seperti saat masih duduk dibangku sekolah dulu. Hanya mengenang dan mengenang, namun seminggu yang lalu aku pun menuntaskan hasrat petualanganku yang telah lama aku pendam. Yah, pendakian gunung. Kegiatan yang begitu sangat ingin aku lakukan dalam beberapa tahun terakhir ini. Angin segar pun menghampiri, sepulang dari latihan futsal dengan teman-teman kampus, aku mendapati info bahwa beberapa teman kampus akan melakukan pendakian gunung merapi weekend ini. Tanpa pikir panjang, aku pun mengajukan diri ikut serta didalamnya. Kebetulan berhubungan dengan sindrom film layar lebar “5cm”, sudah tahu kan? Kalo belum tahu segera nonton deh. Dijamin jadi pengen nanjak gunung. Dan gara-gara sindrom itu, teman-teman kost jadi kepengenan. Akhirnya aku ajak mereka untuk ikut pendakian gunung  merapi. Seketika mereka sepakat untuk ikut, tapi yang menjadi masalah besar mereka masih newbie. Pemain baru, awam tentang pendakian. Dengan sedikit waktu yang aku punya, sebisanya aku berikan sedikit pengetahuan tentang pendakian gunung dan cara ber-survival.
Sesuai dugaan, pada hari keberangkatan kami, persiapan kami pun begitu payah. Minim dan dibawah standar pendakian gunung. Yah namanya juga masih baru, untungnya kami tertolong oleh teman-teman dari kampusku. Peralatan mereka lebih lengkap dan persiapan mereka cukup matang. Alhasil, kami pun merepotkan mereka dengan meminjam berbagai macam peralatan. Dan kesimpulannya, pendakian kali ini cukup memuaskan karena para newbie sepertinya mulai tercandu keindahan pesona alam.
Pendakian ini pun merupakan langkah awal untuk persiapan menuju pendakian selanjutnya. Latihan kecil sebelum menuju tantangan yang lebih berat. Karena sudah kami putuskan, target utama kami di pulau Jawa ini adalah puncak Mahameru. Untuk itu semua, agar sampai target butuh banyak latihan-latihan. Dan jadwal latihan sudah mulai ditentukan, selanjutnya adalah gunung Merbabu. Tentunya belajar dari pengalaman, harus mempersiapkan diri lebih matang dari sebelumnya.
Berikut adalah update dari pendakian gunung Merapi beberapa saat yang lalu:


















UNDERACHIEVED

Mungkin banyak dari kalian yang merasa belajar tentang pelajaran dikelas itu mudah, hingga kalian selalu bisa dikatakan pintar oleh dosen. Namun, tidak bagiku. Tidak bagi kaum seperti kami, kaum yang lambat menyerap pelajaran dengan mudah. Kaum yang sebenarnya membutuhkan perhatian khusus dalam proses pembelajaran, proses yang lebih rumit dan merepotkan. Sehingga banyak dosen yang lebih baik mengabaikan. Niatnya hanya mengabaikan proses, tapi secara tidak langsung telah mengabaikan kami tanpa mereka sadari. Tidak ada yang salah dalam kasus ini, hanya saja kami terutama diriku sendiri merasa tertekan dengan begitu banyak materi yang disuguhkan. Sehingga dapat kalian tebak, kami pun mengabaikan materi-materi tersebut. Jarang mengumpulkan tugas, lari dari jadwal kuliah, dan yang paling parah adalah terasa diasingkan dari teman-teman dikampus. Lebih seperti hidup sendiri, tanpa ada uluran tangan yang membantu (benar-benar membantu dalam proses pembelajaran). Dampak yang sangat terasa itu adalah jarang dan bahkan tidak pernah mendapat kelompok dalam mengerjakan tugas. Alhasil segalanya nol besar, IPK anjlok dan semakin jauh dari jalur utama.
Awalnya, aku pikir diriku ini bodoh dan nakal. Lebih suka bersenang-senang, tanpa memikirkan pelajaran di kampus. Itu jauh sebelum menyadari apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Tulisan ini bukan bualan atau karangan semata, tetapi ini adalah apa yang pernah aku alami disini. Ya, di perguruan tinggi ini. Dan aku hanya berharap untuk kalian yang membaca dan mungkin dari kalian yang memiliki hal seperti ini sama denganku, jangan pernah berkecil hati karena kalian jauh lebih pintar dari mereka. Kalian cerdas, hanya lambat dalam menjalani prosesnya.
Tahun awal perkuliahan, bisa dibilang aku konsisten dalam menjalankan proses perkuliahan. Rajin masuk kelas dan rajin mengerjakan tugas. IPK ku pun terbilang cukup baik, karena diawali dengan angka tiga. Namun, seiring berjalan waktu dan materi perkuliahan semakin banyak dan jadwal semakin padat. Sesuatu dalam diriku merasa terdesak, merasa seperti tersudut oleh keadaan. Aku menjadi tidak fokus dalam perkuliahan, dan dalam kasus ini tidak ada yang perlu disalahkan. Hanya saja menyayangkan beberapa pihak yang tidak bertindak dengan semestinya. Nilai IPK ku semakin menurun seiring semakin padatnya jadwal kuliah dan tugas yang menumpuk. Pikiranku kacau, berantakan, dan bingung harus bagaimana aku menata ulang semuanya. Tanpa panduan, dukungan, dan tanpa sesuatu yang dapat menolong kekacauan ini. Karena secara kasat mata, aku terlihat baik-baik saja. Segalanya serasa everything’s ok, tapi tidak dengan keadaan psikologisku yang semakin jatuh dibawah batas normal. Karena mungkin banyak dari kami yang memang menjadi orang yang lebih tertutup, menyimpan semua untuk diri sendiri tanpa harus merepotkan orang lain. Hingga hancur pun kami tak pernah ingin menyeret orang lain ikut kedalamnya.
Tahun kedua perkuliahan, aku pikir ini babak baru untuk mulai menyusun lagi dari awal. Belajar dari pengalaman tahun sebelumnya, begitu banyak hal yanng tertinggal. Membuang jauh hal yang kurang penting, hal yang dapat mengganggu proses perkuliahan. Dan untuk diawal, aku memulai dengan cukup baik. Mencoba untuk selalu mengikuti prosesnya. Tugas demi tugas aku ikuti, berusaha untuk tetap fokus pada satu titik. Namun apa yang terjadi, beberapa bulan kemudian ketika semuanya mulai memanas aku pun mulai kehilangan fokus dalam belajar. Penyebabnya entah dari apa, banyak hal yang membuat semuanya menjadi berantakan kembali.  Endingnya sama seperti tahun sebelumnya, bahkan semakin parah.
Tahun ketiga perkuliahan, evaluasi demi evaluasi aku lakukan untuk membuat diriku menjadi lebih baik. Dan aku mulai menyadari bahwa aku orang yang cepat sekali merasa bosan. Bosan pada hanya satu hal. Kebosanan itu yang membuat aku tidak pernah fokus. Bosan karena apa? Karena tidak pernah tertarik dengan apa yang sedang aku pelajari. Mungkin itu penyebab utamanya. Di tahun inilah aku mulai mendapatkan bahwa aku ini begitu spesial, begitu istimewa, begitu luar biasa. Mengapa bisa? Karena di tahun ketiga inilah akhirnya aku mengerti mengapa aku ini terlihat lebih bodoh dari mereka, lebih lambat dari mereka, dan lebih sedikit teman di kampus. Penyebabnya adalah aku ini seorang underachieved. Apa itu underachieved? Kalian bisa cari sendiri jawabannya di mbah google.
Awal aku menyadari bahwa aku ini seorang underachieved adalah ketika aku mengikuti mata kuliah diagnostik parametrik. Mata kuliah ini adalahmempelajari tentang bagaimana mendiagnostik kemampuan dari seorang anak. Kemampuan dalam belajar, mengenal bentuk, berhitung, dsb. Karena tujuannya agar kami dapat mendiagnostik seorang anak, tentunya dosen  pun  mendiagnostik kami terlebih dahulu. Tujuannya sebagai contoh cara mendiagnostik klien dan melihat kemampuan diri dari masing-masing mahasiswa. Kami disuguhkan dengan berbagai macam tes, terlihat seperti tes IQ namun sedikit berbeda media dan penghitungan hasil tes nya. Nama tes ini adalah tes SPM, yang berminat silakan mencoba dan yang belum tahu silakan tanya mbah google. Dari begitu banyak soal yang diberikan dengan waktu yang telah ditentukan, aku menjadi sedikit lebih cepat mengerjakannya dibandingkan dengan mahasiswa lainnya. Entah asal atau memang itu terlihat mudah untukku ya entahlah. Sampailah pada proses penghitungan tes, dimana semua hasil tes itu langsung di kroscek ditempat. Dan hasil dari tes itu langsung bisa diketahui. Nilai tes ku adalah lima puluh sembilan, karena ada satu soal yang tidak aku isi. Padahal aku bisa mengisinya dengan asal tapi aku lebih memilih tidak mengisinya. Hasil akhir tes sekelas sudah diketahui, nilai sempurna tes itu adalah enam puluh poin. Dan hasil tesku satu poin dibawahnya, jujur saja aku terkejut tapi aku masih belum mengerti maksud dari poin tersebut. Semakin terkejut ketika aku tahu bahwa poinku yang tertinggi dikelas, tak satupun dari mereka mahasiswa pintar itu dapat menyaingi skor SPM ku. Dosen pengampu mata kuliah pun terkejut, karena historis kemahasiswaanku di mata para dosen cukup mengenaskan. Menjadi gosip didalam ruang jurusan. Tapi terlepas dari itu, dosen pun menjelaskan maksud dari poin tersebut. Poin tersebut adalah tingkat kecerdasan akumulatif dari pola pikir otak kita. Seperti logika, penalaran, dsb, yang digabung menjadi satu. Dan dari hal itulah, akhirnya dosen menyimpulkan bahwa aku seorang underachieved. Bahwa aku membutuhkan perhatian khusus dalam proses pembelajaran. Perhatian yang seharusnya berkesinambungan, yang harusnya selalu dipantau perkembangannya. Tapi sayangnya, kegiatan dosen bukan hanya mengurusi satu hal. Masih banyak yang harus mereka urus. Jadi dalam kasus ini pun aku tidak bisa menyalahkan mereka. Setidaknya aku lebih mengerti tentang diriku, dan berusaha menjalani semuanya sebisa aku menjalaninya. Karena sesulit apapun itu, segalanya akan menjadi lebih indah jika kita mau untuk menjalaninya dengan ikhlas.

Mungkin hanya sampai disini sharing tentang underachieved, jika ingin mendalami tentang hal ini bisa langsung hubungi pada pakar ahlinya. Sekian dan terima kasih.


Salam hangat,



Schrizofren.

JIKA KELAK ...

Kelak ketika aku dipercaya mendidik anak, tak akan pernah aku mematahkan harapan dan impiannya. Sejauh apapun harapannya, setinggi apapun impiannya, akan ku dampingi dia hingga dia mencapai impiannya. Akan ku jaga dan ku lindungi impiannya. Karena aku ingin menjadi seorang ayah yang bisa dibanggakan, bukan menjadi seorang ayah yang menginginkan sesuatu hingga anaknya terlunta-lunta untuk membanggakanku.
Tuhan, lindungi prinsipku. Jaga prinsipku. Hingga engkau mempercayakanku untuk mendidik anugerah yang engkau titipkan padaku...
Dan engkau, yang akan menjadi anakku. Jangan takut untuk mengejar impianmu.