April 19, 2013

MERAPI 2010 .....

Kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman saya sebagai relawan di Jalin Merapi. Mungkin banyak orang yang tidak mengerti apa itu Jalin Merapi. Jalin Merapi merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang bencana, sosial, dan kemanusiaan. Tujuan dari organisasi ini adalah memantau aktivitas gunung merapi, dan berbagai kegiatan lainnya.
Disinilah awal kisah saya dimulai, kala itu banyak berita yang beredar tentang aktivitas gunung Merapi yang mulai meningkat dari hari ke hari. Dikoran, radio, dan televisi pun menayangkan dengan siaran langsung bagaimana aktivitas gunung ini telah menjadi berita utama diseluruh nusantara. Gak pernah sih ada niat buat jadi seorang relawan. Tapi pada malam itu, tanggal 27 Oktober 2010 lalu, ketika berita meletusnya gunung Merapi santer terdengar saya pun penasaran dengan keadaan didaerah kaliurang, Jogjakarta. Saya ketika itu sedang makan malam bersama pacar saya disekitar kaliurang km7. Jalur menjadi padat seketika, mobil ambulan sibuk naik turun di daerah kaliurang. Karena rasa penasaranku, setelah makan saya mengajak Anin (pacar saya) untuk jalan-jalan tuh ke kaliurang. Anin setuju dan kita berdua meluncur menuju km20. Disana seperti pasar, banyak kerumunan orang dan banyak mobil ambulan. Jalan telah di blokir. Tak ada satupun kendaraan yang boleh melintasi daerah km20 keatas jika memang tidak ada keperluan yang mendesak. Agak kecewa sih, soalnya kita gak dapet berita apa-apa disana. Pulang dengan tangan kosong dan penasaran yang makin menjadi. Anin pun membuka akun twitter nya untuk mencari berita seputar gunung Merapi. Otak atik sana sini, cek sana cek sini, ketemu deh tu akun Jalin Merapi. Di akun itu semua berita tentang perkembangan gunung Merapi sangat up to date. Dan pada saat itu kita ketahui gunung Merapi belum meletus. Tapi tadi sepanjang perjalanan kami turun dari kaliurang, abu vulkanik sudah mulai bertebaran. 28 Oktober 2010 dini hari, berita Merapi pun langsung mencuat, hastag prayformerapi menjadi trending topik saat itu di twitter. Merapi mengeluarkan letusan pertamanya saat itu juga. Berita tentang korban dari letusan Merapi semakin banyak, Merapi marah, meluluh lantahkan sebagian daerah dekat kawah Merapi. Banyak berita dan semakin bertambahnya korban membuat saya dan Anin mencari jalan untuk menjad seorang volunteer. Dan Allah mendengar doa kami, langsung dari akun Jalin Merapi meminta kepada kawan-kawan yang berminat menjadi relawan bisa langsung datang ke camp team SAR di dekat daerah Tugu. Seperti yang tertera di info, kami pun tiba tepat waktu jam8 pagi.  Kami semua calon relawan Merapi dikumpulkan dan akan dibagi kawasan wilayah. Kebetulan saya dan Anin mendapat daerah Mungkid, Magelang. Setelah briefing, kami langsung menuju lokasi yang menjadi pos pertama kami. Hari itu, Jumat 29 Oktober 2010, kami sampai jam setengah12. Dan langsung dilanjut menunaikan sholat Jumat bersama relawan-relawan yang lain. Hari pertama kami belum berarti apa-apa. Belum ada pekerjaan yang pasti, hanya menunggu perintah dari atasan. Ketika hari menjelang senja, kami telah mendapat pos sendiri. Nama pos kami Jalin Merapi 2, dengan Mr. Deka sebagai koordinator nya dan Alan sebagai wakil koordinatornya. Relawan di JM2 cukup banyak sekitar 12 orang kalau tidak salah. Pos kami berada di daerah Srumbung, 12km dari gunung Merapi. Dari pos kami sekitar 4km keatas kita dapat langsung melihat gunung Merapi dengan sangat jelas. Dan hari pun berlalu, pasca pertama Merapi meletus sudah banyak bantuan dari dermawan yang kami terima. Mulai logistik, sampai pakaian bekas layak pakai. Jeda beberapa hari kemudian Merapi mulai meletus dengan hebat. Warga panik menyelamatkan diri masing-masing, dan kami relawan harus berada di garis depan karena itu sudah menjadi tugas utama kami. Membantu warga untuk evakuasi dari lokasi bencana. Saya lupa saat itu hari apa, yang jelas keadaan semakin memburuk. Semua warga diungsikan. Dan jarak aman meningkat dari 12km menjadi 20km, dikarenakan letusan Merapi jauh lebih besar dari sebelumnya. Mungkin jika kalian berada disana kalian tak akan mampu bayangkan bagaimana kepanikan seluruh warga disana. Crowded banget. Kami pun para relawan harus mundur hingga desa Salam. Batas aman 20km dari gunung Merapi. Keadaan saat itu gelap gulita, padahal hari masih siang. Langit diselimuti debu dan abu vulkanik dari Merapi. Dan hujan pasir pun mewarnai setiap jalan di daerah kabupaten Magelang. Jalan-jalan tertumpuk abu vulkanik hingga setebal 15cm. Kendaraan susah berjalan karena jarak pandang saat itu sangat terbatas. Kami pun mengungsi ke SMA Salam, tapi sayangnya kami tidak mendapat pos disana, akhirnya mas Budi (tetua di Jalin Merapi) mencari solusi lain. Kami mencari tempat yang cocok untuk pos kami. Dan selama seharian itu kami terlunta-lunta. Merapi tak henti-hentinya mengeluarkan isi perutnya. Hampir setiap waktu dentuman dari arah Merapi yang kami dengar. Selama menjadi relawan, hp kami tak hentinya berbunyi. Banyak sanak keluarga yang mengkhawatirkan keadaan kami, banyak juga yang memberi pesan meminta bantuan logistik. Tenaga kami dikuras habis, dan kami tak memiliki waktu untuk beristirahat. Akhirnya setelah terlunta-lunta, kami mendapat pos baru didaerah Ketep. Dengan kendaraan seadanya kami menuju pos baru itu. Disana jaraknya sekitar 15km. Kami pun agak terkejut karena menurut berita jarak aman berada pada 20km dari Merapi. Cukup was-was dan takut tapi kami tidak gentar. Ini adalah tugas mulia yang allah percayakan pada kami. Banyak relawan yang kembali ke jogja untuk melihat keadaan kost nya. Alhasil pada saat itu, yang menuju pos baru hanya deka, alan, saya, dan anin. Mana kondisi kendaraan kami rusak parah, motor deka dan alan rem belakangnya rusak. Nah saya, dari awal menjadi relawan hanya membawa vespa butut. Tapi syukurnya si vespa gak ngambek, lancar jaya.
Sampailah kami di pos baru kami, dan pos baru ini ternyata rumah dari kepala desa disana, kami pun dijamu dengan berbagai makanan ala kadarnya. Dasarnya uda laper berat, kami hantam hingga tak bersisa. Sekitar jam sembilan malam kami tiba di pos JM2 yg baru itu. Kami pun merebahkan diri untuk istirahat sejenak. Dari pos baru kami ini lebih terdengar jelas dentuman Merapi yang tidak berhenti-henti. Karena rasa lelah kami pun tak menghiraukan. Satu kejaian ini yang membekas diingatan saya. Ketika itu, kami sedang tertidur lelap ditemani gempa tremor kecil yg berkelanjutan. Sekitar jam sebelas lewat empat puluh lima menit, gempa tremornya meningkat drastis. Seluruh kaca bergetar, dan lantai yang kami pijak bergoyang dahsyat. Saya dan Anin pun terbangun dan sontak teriak gempa. Deka yang pada saat itu tidur berbagi sarung dengan Alan bangun dengan panik, danterjatuh dari dipan karena sarung yang mereka pakai susah dilepas. (secara satu sarung dipakai untuk berdua).
Sesaat kemudian, suara ledakan besar membuat seluruh warga panik, mereka berhamburan menyelamatkan diri. Dan kami tidak boleh panik, kami tetap pada tugas kami. Apapun yang bisa kami bantu pasti kami bantu. Saat itu hanya membagikan masker yang bisa kami lakukan. Didalam rumah ada ibu kades beserta nenek dan anaknya. Kami bingung bagaimana mengevakuasi mereka. Karena terlalu sepuhnya (tua) si nenek jadi agak sulit untuk berjalan. Kami pun mencari ambulan disekitar lokasi kami, dan alhamdulillahnya masih ada ambulan yang stay disekitar lokasi kami. Si nenek pun langsung kami evakuasikan ke bawah. Masalah belum selesai sampai disini, ibu kades dan anaknya juga ga bisa kami tinggal. Kami pun berbagi kendaraan. Alan membawa ibu kades dan anaknya. Dan saya membawa Anin dan Deka. Karena terpaksa, si vespa pun harus kerja rodi ngangkut kami sampai bawah. Sudah merasa nyaman dapet tempat istirahat, sekarang sudah harus ngungsi lagi. Hahahaha .... Nasib nasib. Sesampainya dibawah, kami terlunta-lunta kembali, hilang arah. Handy talkie dan hp sudah mati. Karena listrik disana dimatikan. Kami pun menunggu dipiinggiran jalan. Tidur di emperan jalan hingga pagi. Untungnya ketika pagi, tim bantuan datang menjemput. Kami diungsikan ke daerah mungkid. Seorang kawan dari mas Budi. Disanalah pemberhentian kami yang terakhir. Pos JM2 Mungkid. Dan semakin hari semakin banyak relawan yang mendaftar lagi. Kami bisa sedikit lebih tenang beristirahat, karena pos kami berada didaerah aman bencana. Hari hari berikutnya, kegiatan kami adalah menyalurkan bantuan ke pos pengungsian.Merapi pun mulai mereda, letusannya tidak sedahsyat sebelumnya. Tapi ada kekhawatiran lain disini, yaitu lahar dingin. Lahar ini sama berbahayanya dengan letusan Merapi. Karena lahar ini membawa jutaan kubik pasir dari letusan Merapi. Bangunan-bangunan rumah hancur, infrastruktur jalan juga hancur diterjang lahar dingin. Jembatan banyak yang roboh tak kuasa menahan laju lahar dingin. Semuanya itu saya lihat dengan mata kepala saya sendiri. Betapa dahsyatnya kekuatan alam. Jika Allah sudah berkehendak tak ada satupun makhluk yang dapat menghindari kehendaknya. Pemandangan kerusakan massal tiap hari kami lihat di Magelang. Ketika keadaan mulai mereda, kami kembali ke Srumbung, pos JM2 pertama kami. Untuk mengambil sisa-sisa barang yang bisa kami selamatkan. Awal kami datang ke desa ini, semua berwarna hijau, asri dan alami. Tapi kini yang kami lihat, semua tanaman mati, hanya warna abu-abu yang kami lihat. Bangunan-bangunan banyak yang rata dengan tanah. Mas Pandu adalah pemilik rumah dimana Pos JM2 pertama kali berdiri. Saat dia melihat kampung halamannya, diatas mobil box dia membacakan sebuah puisi yang berisikan tentang kesedihannya, luapan hatinya melihat kehancuran desanya. Tak kuasa air mata pun menetes dari matanya. Rumahnya hancur, atapnya tak kuasa menahan bobot dari pasir yang begitu banyak. Tak banyak yang bisa kami selamatkan dari sana. Hingga awal Desember kami mendedikasikan diri sepenuhnya menjadi relawan Jalin Merapi.
“Tulisan ini saya buat untuk mengenang kejadian letusan Merapi 2010, dan tulisan ini saya dedikasikan untuk semua kawan-kawan Jalin Merapi yang rela meluangkan waktu dan mempertaruhkan nyawa demi membantu sesama.”
_____________________________”GOD BLESS YOU GUYS” ____________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar